Kamis, 10 September 2009

Mengelola Ketidaksempurnaan

(by Anis Matta : Serial Cinta)

Apa lagi yang tersisa dari ketampanan setelah ia dibagi habis oleh Nabi Yusuf dan Muhammad. Apa lagi yang tersisa dari kecantikan setelah ia terbagi habis oleh Sarah, istri Nabi Ibrahim, dan Khadijah, istri nabi Muhammad saw?

Apa lagi yang tersisa dari kebajikan hati setelah ia direbut Utsman bin Affan? Apalagi yang tersisa dari kehalusan setelah ia direbut habis oleh Aisyah?

Kita hanya terbagi dari sedikit pesona jiwa raga yang telah direguk habis oleh para nabi dan orang shalih terdahulu. Karena itu persoalan cinta kita selalu permanen begitu: jarang sekali pesona jiwa raga menyatu secara utuh dan sempurna dalam diri kita.

Pilihan – pilihan kita, dengan begitu, selalu sulit.

Ada lelaki ganteng atau perempuan cantik yang kurang berbudi. Sebaliknya, ada lelaki shalih yang tidak menawan atau perempuan shalihah yang tidak cantik. Pesona kita selalu tunggal. Padahal cinta membutuhkan dua kaki untuk bisa berdiri dan berjalan dalam waktu yang lama.

Maka tentang pesona fisik itu Imam Ghazali mengatakan: "Pilihlah istri yang cantik agar kamu tidak bosan." Tapi tentang pesona jiwa itu Rasulullah saw bersabda, "Tapi pilihlah calon istri yang taat beragama niscaya kamu pasti beruntung."

Persoalan kita adalah ketidaksempurnaan. Seperti ketika dunia menyaksikan tragedi cinta Puteri Diana dan Pangeran Charles. Dua setengah milyar manusia menyaksikan pemakamannya di televise. Semua sedih. Semua menangis. Puteri yang pernah menjadi trendsetter kecantikan dunia dekade 80-an itu rasanya terlalu cantik untuk disia – siakan oleh pangeran. Apalagi Camila Parker yang menjadi kekasih gelap sang pangeran saat itu, secara fisik sangat tidak sebanding dengan Diana. Tapi tidak ada yang secara objektif mau bertanya ketika itu. Kenapa akhirnya Charles lebih memilih Camila, perempuan sederhana, tidak bisa dibilang cantik, dan lebih tua, ketimbang Diana, gadis cantik berwajah boneka itu? Jawaban Charles mungkin memang terlalu sederhana. Tapi itu fakta, "Karena saya lebih bisa berbicara dengan Camila."

Kekuatan budi memang bertahan lebih lama. Tapi pesona fisik justru terkembang di tahun – tahun awal pernikahan. Karena itu ia menentukan. Begitu masa uji cinta selesai, biasanya lima tahun sampai sepuluh tahun, kekuatan budi akhirnya yang menentukan sukses tidaknya sebuah hubungan jangka panjang.

Dampak gelombang magnetik fisik berkurang atau hilang bersama waktu. Yang berkurang adalah pengaruhnya. Itu akibatnya sentuhan terus menerus yang mengurangi kesadaran emosi tentang magnetik tersebut. Apa yang harus kita lakukan adalah mengelola ketidaksempurnaan melalui proses pembelajaran.

Belajar adalah proses berubah secara kontan untuk menjadi baik dan sempurna dari waktu ke waktu. Fisik mungkin tidak bisa diubah. Tapi pesona fisik bukan hanya tampang. Ia lebih ditentukan oleh aura yang dibentuk oleh aura yang dibentuk dari gabungan antara kepribadian bawaan, pengetahuan dan pengalaman hidup.

Ketika hal itu biasanya termanifestasi pada garis wajah, senyuman dan tatapan mata serta gerak refleks tubuh kita. Itu yang menjelaskan mengapa sering ada lelaki yang tidak terlalu tampan tapi mempesona banyak wanita. Begitu sebaliknya.

Itu jalan tengah yang bisa ditempuh semua orang sebagai pencinta pembelajar. Karena pengetahuan dan pengalaman adalah perolehan hidup yang membuat kita tampak matang. Dan kematangan itulah pesonanya. Sebab, setiap kali pengetahuan kita bertambah, kata Malik bin Nabi, wajah kita akan tampak lebih baik dan bercahaya.


EmoticonEmoticon