Kamis, 04 Februari 2010

Bu Sri Mulyani, Biarlah Anjing Menggonggong, Kafilah Tetap Berlalu


Sepanjang karier bu Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai seorang profesional sekaligus pejabat tinggi pemerintah, episode saat ini mungkin terasa begitu berat. Kritikan, cercaan dan cacimaki hampir tiada terlewat setiap hari baik didengar langsung maupun terbaca di berbagai media. Semua itu berawal dari keputusannya yang berani, yaitu memberikan dana bailout untuk Bank Century. Tentu keputusan pemberian dana bailout bukan tanpa pertimbangan. Berbagai tinjauan mendalam, referensi acuan dan dengar pendapat dengan berbagai kalangan telah dilakukan. Dan keputusan yang begitu penting akhirnya diambil dengan resiko cacimaki yang saat itu pasti tidak terpikirkan.

Tapi itulah resiko atas keputusan yang begitu besar dan penting bagi bangsa. Dan resiko bagi pejabat publik yang tiap jejak langkah keputusannya menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia. Saat keputusannya menguntungkan rakyat, sanjungan akan dia dapatkan dan saat keputusannya dirasa merugikan rakyat, cacimaki yang akan dia dapat


Untuk kesekian kalinya saya memposting tulisan yag bagi banyak orang, khususnya para penggiat demo anti bu SMI, mungkin dianggap cari muka, menjilat, fanatik membabi buta atau mungkin telah dibayar oleh pihak yang dibela. Tulisan saya atau lebih enak sebut saja postingan, karena kreasi saya ini belum layak disebut tulisan, murni muncul dari hati seorang warga bangsa yang tidak rela bila seorang yang selama ini dikenal dengan track recordnya baik dan bersih, profesional serta ibu rumah tangga yang baik, dihujat dengan kata-kata yang tidak pantas. Kata-kata hujatan yang semestinya layak untuk para koruptor, bukan untuk para pengambil kebijakan bailout BC. Saya kadang bertanya, sudikah para penghujat tersebut dihujat dengan kata-kata yang sama sebagaimana sering dilontarkan oleh para penghujat itu?

Saya jadi ingat bahwa tidak ada sesuatu pun yang keluar dari anggota tubuh manusia yang enak, baik baunya maupun rasanya. Tapi itu semua sudah taken for granted, semua sudah dari sananya. Kita tidak bisa protes atau mencoba merubah bau dan rasa menjadi enak. Hanya ada satu yang bisa kita kendalikan agar yg keluar dari situ terasa enak dicium dan didengar, yaitu mulut. Kita bisa mengendlikan semua yang keluar dari mulut. Terserah empunya, apakah mau membuat enak didengar atau dicium. Sayangnya, mulut yang selama ini terkunci, kini seolah terbuka dengan bebasnya seiring eforia reformasi sehingga orang yang jiwa atau hatinya sakit bisa mengeluarkan produk mulut yang tidak enak didengar apalagi sudi untuk mencium. Bila produk dari mulut saja sudah tidak enak didengar, apalagi yang bisa kita banggakan kepada orang lain?

Kini, banyak mulut meracau seolah dia saja yang memiliki mulut dan terlontar kata-kata hinaan kepada orang-orang yang dihormati , tidak saja di kalangan kaum terpelajar di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Gonggongan terakhir dilakukan oleh aktivis Kapak (Komite Pemuda Anti Korupsi), dengan pentolannya Ahmad Laode Kamaluddin, saat acara diskusi mengenai ‘100 Hari Pemerintahan Sby-Boediono di Cafe Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 30 Januari 2010. Acara dihadiri oleh bu SMI . Mereka meneriaki bu SMI ‘maling’ Century sehingga beliau hanya 40 menit di acara tersebut karena keamanan tidak terjamin. Mereka terus saja ‘menggonggong’, meneriaki orang yang telah dengan jelas menjalankan tugas negara dengan baik. Adakah karya nyata yang telah engkau sumbangkan bagi negara, wahai para penghujat?

Bu SMI, biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Teruskan pemikiran dan karyamu untuk kemajuan bangsa dan negara.

Salam Kafilah.

Tulisan ini telah dipublikasikan di Kompasiana


EmoticonEmoticon