Kamis, 27 Mei 2010

Ironi Sebuah Negara!


Right Or Wrong Is My Country. Ungkapan tersebut sering diucapkan oleh orang Indonesia di luar negeri dalam menanggapi aneka pemberitaan yang menyudutkan negaranya. Saat di luar negeri, panggilan jiwa ke-Indonesia-annya muncul apabila menemukan atau mendapatkan hal-hal yang mengusik rasa ke-Indonesia-annya. Tetapi 'rasa' tersebut bisa saja dengan mudah terbawa angin egoisme ketika sudah berada kembali di Indonesia. Tidak peduli intelek, pejabat, direktur, dosen, mahasiswa, dan aneka status bergengsi lainnya, bila sudah di tengah jalan yang padat, terlebih macet, watak-watak hewani mereka akan dengan mudah mewujud dengan beringas. Tidak sulit mendengar umpatan-umpatan kasar keluar dari mulut mereka bahkan adu fisik ketika masing-masing mempertahankan ego di tengah jalan raya yang padat dan macet! Tapi saya tidak akan menulis hal-hal seperti itu.

Sebagai warga bangsa yang selalu mengikuti isu-isu lokal dan nasional dan yang selalu update atas jaringan di internet, saya melihat dan merasakan ada suatu design dari sebuah invisible hand untuk menghancurkan Indonesia, paling tidak hancur dari sisi moral. Pola kerja insible hand ini memang tidak kentara dan seperti tidak terdeteksi oleh elemen bangsa.

Kita mulai saja melihat satu dua hal-hal yang akan merusak masyarakat.
Pertama, puluhan warga Indonesia telah mati sia-sia karena menenggak minuman keras oplosan. Mulai dari Pati, Jawa Tengah, 25 April lalu yang menewaskan tiga orang dan tiga lainnya kritis (Sumber: ini), sebanyak 21 orang mati konyol di Salatiga (Sumber: ini), sebanyak tiga orang di Kudus juga mati sia-sia (Sumber: ini), sebanyak 17 orang di Cirebon tidak mau kalah, yaitu mati sia-sia karena miras oplosan (Sumber: ini) dan dari beberapa tempat lainnya.
Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah atau aparat dalam menindaklanjuti kejadian ini? Sering upaya yang dilakukan hanya klise dan selalu berulang kepada para pelaku, yaitu menangkap dan mengadili para korban tetapi tidak memberangus sumber atau produsen miras tersebut. Apa susahnya mengejar para produsen miras yang telah nyata-nyata menghancurkan masa depan dan tumpuan keluarga yang ditinggalkan? Tidak ada alasan lain keculai kepentingan bisnis dan pemasukan cukai miras kepada negara. Pemerintah lebih membela pembunuh demi uang cukai dan mengabaikan para korban dan calon korban berikutnya.
Apakah ada sekenario untuk membunuhi warga negara? Kita lihat saja babak selanjutnya!
Skenario yang nampak adalah MERACUNI warga!

Ironi kedua, anggota masyarakat yang ingin mengamalkan ajaran agama ditangkap dan dituduh dengan tuduhan seram, yaitu terlibat terorisme! Diantara yang ditangkap oleh aparat adalah anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Padahal anggota JAT ini sedang menjalankan syiar Islam. Tentang JAT silakan baca di sini http://www.ansharuttauhid.net/.
Sikap pemerintah dalam menangani kasus korban miras dan penangkapan anggota JAT jelas bertolak belakang dan tidak mencerminkan sikap yang bijak. Pihak-pihak yang telah jelas-jelas meracuni masyarakat dengan miras hasil produksinya, tidak diapa-apakan, tetapi terhadap sekelompok masyarakat yang sedang mencoba menjalankan agama dengan konsisten, malah ditangkap dengan alasan yang terkesan mengada-ada. Saya jadi teringat beberapa waktu yang lalu saat beberapa orang anggota jamaah tabligh (sebuah jamaah yang sangat moderat dan tidak memiliki ambisi politik sama seklai kecuali bertujuan meningkatkan iman dan amal shalih) ditangkapi gara-gara pakaian dan asesoris di tubuh (jenggot panjang) yang menyerupai para pelaku terorisme. Sebuah ironi sekaligus pemahaman yang kurang memadai dari para personel keamanan!
Lalu, apa yang bsia dilalukan? Tidak ada sebuah tatanan masyarakat yang tertib dan taat hukum bila di dalamnya tidak ada penegakan hukum yang setara dan berkeadilan. Semoga ini bukan utopia tetapi could be true next time!


EmoticonEmoticon