Jumat, 23 Juli 2010

Kemacetan Di Jakarta, Masalah yang Dibiarkan Berlarut


Semua masalah yang ada di Indonesia, khususnya masalah kemacetan di Jakarta yang sudah akut dan menjadi isu di kalangan warga Jabodetabek, muncul karena tidak adanya satu hal, yaitu political will (kemauan politik) penguasa! Bila ada kemauan politik,semua akan bisa berjalan. Hanya sayangnya, hal ini sulit ditemukan di kehidupan sehari-hari. Kenapa kemauan politik seolah-olah menjadi resep manjur penyelesaian masalah?

Kita maklum bahwa untuk mewujudkan kemauan politik, penguasa harus kuat dan tegas. Kuat saja tidak menjamin akan muncul ketegasan. Lihat saja pemerintahan kita. Penguasa negeri ini dipilih oleh lebih dari 60% rakyat. Itu modal yang sangat kuat untuk membuat kebijakan yang pro rakyat. Tapi sering kekuatan ini tidak memunculkan ketegasan karena adanya berbagai benturan dengan pihak lain yang memiliki kepentingan dan yang mungkin pernah berjasa terhadap penguasa atau ada hubungan mutualisme keduanya.

Salah satu cerminan ketidaktegasan pemerintah (dalam hal ini pemerintah DKI Jakarta) adalah seolah membiarkan kemacetan sehingga kian hari kian parah. Bahkan diprediksi beberapa tahun ke depan, Jakarta akan menjadi kota lumpuh karena kemacetan terjadi di mana-mana. Masalah macet di Jakarta sudah lama muncul, tapi sampai detik ini belum ada solusi yang jitu untuk benar-benar mengurangi kemacetan tersebut.

Pertumbuhan jalan sangat tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan di ibu kota. Angkutan massal berupa bus kota dan kereta api tidak nyaman, pun tidak aman untuk dinaiki. Untuk mengatasi kemacetan sekarang diadakan angkutan umum bus transjakarta yang melalui jalur khusus yang diharapkan tidak macet. Tapi di lapangan, jalur busway tersebut dilalui juga oleh kendaraan lain sehingga lagi-lagi jalur busway pun macet juga.

Bila beberapa solusi di atas tidak mempan juga dalam mengatasi kemacetan, tidak ada salahnya bila pemerintah mengadopsi resep dari negara yang telah sukses mengatasi kemacetan. Sebagai contoh adalah negara Singapura. Singapura dikenal sebagai Negara yang lalu lintas kendaraannya tertib dan rapi serta tidak ada kemacetan. Apa resep pemerintah Singapura dalam mengatasi kemacetan?

Di Singapura, untuk mengatasi kemacetan, kebijakan yang diambil diantaranya: pengenaan pajak kendaraan yang tinggi, tarif tinggi untuk pajak bahan bakar, harga kendaraan sangat mahal, biaya parkir tinggi, dan lainnya. Sehingga dengan aneka peraturan yang ketat dan memberatkan ini membuat warga Singapura berpikir untuk memiliki mobil. Akibatnya pemilik kendaraan pribadi di Singapura menjadi tidak banyak. Sebagai kompensasi, pemerintah Singapura menyediakan banyak alat transportasi publik.

Di Beijing, China, kebijakan yang diambil adalah dengan mengatur nomor kendaraan tertentu yang boleh jalan pada hari tertentu. Seperti nomor belakang kendaraan 1 dan 3, boleh jalan pada hari Senin, nomor 2 & 4 pada hari Selasa, nomor 5 & 7 pada hari Rabu, nomor 6 & 8 pada hari Kamis , nomor 9 & 0 pada hari Jumat. Sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu, semua kendaraan boleh jalan.

Beberapa solusi di atas cukup ampuh mengatasi kemacetan di kedua negara tersebut. Bisakah Indonesia mengadopsi satu diantaranya? Semua tergantung political will pemerintah. Kalau mau, pasti bisa asal konsisten, disiplin dan tegas bagi pelanggar aturan. Bila semua masih bisa diatur dengan uang, cara yang sangat canggih sekalipun tidak akan mengurai benang kusut kemacetan di Jakarta.


EmoticonEmoticon