Kamis, 17 Februari 2011

Kaltim Post Sudah Menjadi Alat Politik

Kemarin saya membaca surat kabar yang terbit di Balikpapan yaitu Kaltim Post (KP). Ada sebuah judul tulisan (opini) yang menarik perhatian saya yang ditulis oleh seorang mantan redaktur koran tersebut. Judulnya cukup ‘provokatif’, yaitu ‘Rizal-Heru Paling Ideal’. Kenapa provokatif? Karena nama yang disebut di judul opini tersebut adalah orang yang sedang mencalonkan diri menjadi walikota dan wakil walikota Balikpapan periode 2011 - 2016.

Ini saya nukilkan isinya yang saya ambil dari edisi online,
Dari kalkulasi politik sederhana itulah, maka Walikota dan Wakil Walikota Balikpapan untuk lima tahun ke depan idealnya dipercayakan kepada pasangan Rizal Effendi dan Heru Bambang (RH). Sebab pasangan RH diusung oleh partai-partai yang secara keseluruhan menguasai 30 dari 45 kursi yang ada di DPRD Balikpapan’
Selengkapnya di sini

Seperti kita ketahui bahwa sebentar lagi (tepatnya tanggal 24 Februari 2011) akan diadakan pemilihan kepala daerah Kota Balikpapan yang akan memilih walikota dan wakil walikota periode 2011-2016. Dan saat ini sudah memasuki tahapan kampanye bagi masing-masing calon.

Ada empat pasang kandidat yang akan bertarung memperebutkan Balikpapan One. Yaitu nomor urut 1 Bambang-Fahrudin, nomor urut 2 Syukri-Usman, nomor urut 3 Hakim-Wahidah dan nomor urut 4 Rizal-Heru.

Kenapa saya permasalahkan tulisan/opini di atas yang jelas-jelas mengampanyekan Rizal - Heru? Meski saya bukanlah pendukung apalagi tim sukses salah satu kandidat, tetapi apa yang telah dilakukan oleh KP dengan menempatkan tulisan di halaman pertama tersebut telah mengusik perasaan pendukung calon lainnya. Bukankah pers mestinya netral atau independen dalam menyikapi ‘pertarungan’ para politikus? Atau setidaknya menyajikan opini yang berimbang? Apalagi penulisnya adalah mantan redaktur harian tersebut, bukan opini dari orang yang independen.

Yang saya pahami dari kode etik jurnalistik sebuah pers atau surat kabar adalah prinsip independensi. Tidak memihak manapun. Tuntutan netralitas ini sangat penting agar pers bisa menjembatani pihak-pihak yang bersaing/bersengketa.

Apa yang disajikan di KP kemarin, ditulis besar-besar dan diletakkan di halaman depan menurut saya telah membuat KP terdegradasi menjadi alat politik bagi salah satu kandidat. KP bukan lagi menjadi media pencerahan bagi warga untuk menilai secara obyektif tiap calon yang bertarung. Tetapi karena ikatan 'primordial' yang kuat antara calon walikota dengan awak media tersebut telah membutakan dan mengaburkan independensi KP sehingga membela dan ‘mengampanyekan’ sedemikian rupa atas kandidat tersebut. Sangat disayangkan.


EmoticonEmoticon