Minggu, 17 Januari 2010

Homoseksual Bawaan Sejak Lahir?

Beberapa hari yang lalu ada berita kriminal yang cukup menyita perhatian publik. Berita tersebut adalah penemuan mayat terpotong menjadi beberapa bagian di Cakung, Jakarta Timur. Setelah diselidiki korban pembunuhan adalah seorang anak bernama Ardiansyah (9 tahun) dan pelaku pembunuhan adalah Baekuni alias Babeh (49 tahun). Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku, diketahui bahwa pelaku adalah seorang homoseks.
Lebih jelasnya, sebagaimana dituturkan oleh psikolog Sarlito Wirawan Sarwono pelaku adalah homoseksual bawaan sejak lahir, paedofil dan Nekrofilia. Dikatakan sebagai homoseks bawaan sejak lahir karena pelaku tidak bisa ereksi sejak kecil terhadap lawan jenis. Alasan inilah yang menarik perhatian saya sehingga saya menulis postingan ini.
Dari pernyataan pak Sarlito, saya jadi bertanya, benarkah orientasi seksual ke sesama jenis adalah bawaan sejak di kandungan? Bila benar, maka bisa dikatakan bahwa Tuhan berperanan menjadikan seseorang sebagai homoseksualis atau lesbianis, karena aktor dibalik pembentukan janin, pewarisan gen atau pembentukan karakter seseorang adalah Tuhan. Lalu, mengapa Tuhan mengutuk para pelaku seks menyimpang ini? Bukankah Dia yang telah menjadikan seperti itu? Seperti ada kontradiksi di sini


Sebenarnya bagaimana pendapat para ahli tentang kenapa seseorang menjadi homoseks atau lesbian? Dari hasil pencarian dapat saya tuliskan di bawah ini.
1) Dr. Dean Hamer, peneliti "gen gay", dan juga seorang gay:
"Gen adalah perangkat keras... Data dari pengalaman hidup seseorang diproses melalui "software seksual" ke dalam "sirkuit identitas". Saya menyangka bahwa "software seksual" adalah percampuran dari gen dan lingkungan, sangat mirip dengan bagaimana software dari suatu komputer adalah percampuran dari apa yang diinstal pabrik dan apa yang ditambahkan pengguna"
--P. Copeland and D. Hamer (1994) The Science of Desire. New York: Simon and Schuster.
2) Psikiater Jeffrey Satinover, M.D.:
"Seperti semua kondisi perilaku dan mental yang kompleks, homoseksualitas adalah ... bukan eksklusif biologis dan bukan eksklusif psikologis, tetapi merupakan hasil percampuran yang masih sulit diukur dari faktor genetik, pengaruh dalam kandungan (intrauterine)... lingkungan setelah kelahiran (seperti orang tua, saudara, dan perilaku budaya), dan rangkaian kompleks dari pilihan-pilihan yang diperkuat secara berulang-ulang yang terjadi pada fase kritis dari perkembangan."
--J. Satinover, M.D., Homosexuality and the Politics of Truth (1996). Grand Rapids, MI: Baker Books.
3) Ketika peneliti "gen gay" Dr. Dean Hamer ditanya apakah homoseksualitas berakar hanya dalam biologi, dia menjawab:
"Sudah pasti tidak. Dari penelitian terhadap anak kembar, kami telah mengetahui bahwa separuh atau lebih dari variabilitas dalam orientasi seksual adalah tidak diturunkan. Penelitian kami mencoba mengarah ke faktor genetik... tanpa menyangkal faktor psikososial."
--"Gay Genes, Revisited: Doubts arise over research on the biology of homosexuality," Scientific American, November 1995, P. 26.
4) William Byne, psikiater dengan gelar doktor dalam biologi, dan Bruce Parsons (1993) dengan teliti menganalisa semua penelitian besar biologi mengenai homoseksualitas. Mereka menemukan tidak satupun yang secara pasti mendukung suatu teori penyebab biologis.
--W. Byne and B. Parsons, "Human Sexual Orientation: The Biologic Theories Reappraised." Archives of General Psychiatry 50, no.3.)
5) Psikiater Friedman dan Downey menyatakan bahwa "suatu model biopsikososial" sangat cocok dengan pengetahuan kami mengenai penyebabnya, dengan beragam kombinasi dari temperamen dan kejadian lingkungan yang mengarahkan ke homoseksualitas. Mereka mengatakan:
"Meskipun penemuan neurobiologis terakhir menganggap homoseksualitas adalah ditentukan secara genetis-biologis, kurang adanya bukti yang kuat untuk suatu model biologis mengenai homoseksualitas"
--R. Friedman, M.D. and J. Downey, M.D., Journal of Neuropsychiatry, vol. 5, No. 2, Spring l993.
6) Sosiolog Steven Goldberg, Ph.D.:
"Sebenarnya semua bukti berargumen melawan pernyataan bahwa ada suatu faktor penyebab psilkologis yang menentukan dan saya tahu bahwa tidak ada peneliti yang percaya bahwa faktor yang menentukan itu ada ... beberapa faktor memberikan kecenderungan, bukan memainkan peran yang menentukan... saya tahu bahwa tidak seorang pun peneliti yang berargumen bahwa homoseksualitas dapat dijelaskan tanpa mengacu pada faktor-faktor lingkungan"
Goldberg menambahkan:
"Kritik kaum gay tidak menyebutkan konfigurasi keluarga klasik"; dia hanya "memaksakan untuk membuang bukti-bukti penting" atas keberadaan faktor keluarga. Penelitian-penelitian yang mencoba menyanggah keberadaan dari pola keluarga klasik dalam homoseksualitas adalah "meyakinkan hanya untuk mereka yang butuh meyakininya."
--S. Goldberg (1994) When Wish Replaces Thought: Why So Much of What You Believe is False. Buffalo, New York: Prometheus Books.
7) Suatu artikel mengenai gen dan perilaku dalam majalah Science mengatakan:
"...interaksi dari gen dan lingkungan adalah jauh lebih rumit daripada hanya "gen jahat" dan "gen pintar" yang digembar-gemborkan penerbitan populer. Memang, apresiasi yang diperbarui dari faktor lingkungan adalah salah satu akibat utama dari meningkatnya keyakinan pengaruh genetik dalam perilaku. Data yang sama yang menunjukkan pengaruh gen juga menunjuk ke arah pengaruh yang sangat besar dari faktor non-genetik."
--C. Mann, "Genes and behavior," Science 264:1687 (1994), pp. 1686-1689
8) Di antara kesimpulan yang dibuat Jeffrey Satinover dalam "The Gay Gene":
(1) Ada komponen genetik dalam homoseksualitas, tapi 'komponen' hanyalah cara yang longgar untuk menunjukkan adanya hubungan dan pertalian genetik. 'Hubungan' dan 'pertalian' tidak berarti penyebab.
(2) Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa homoseksualitas adalah genetik-- dan tidak ada peneliti yang mengklaim kebenarannya. Hanya media dan peneliti tertentu yang melakukannya, ketika berbicara "in sound bites" di depan publik.
--Jeffrey Satinover, M.D., The Journal of Human Sexuality, 1996, p.8.
9) Peneliti otak Dr. Simon LeVay mengatakan:

"Pada masalah ini, opini yang diterima paling luas (dalam penyebab homoseksualitas) adalah bahwa banyak faktor yang memainkan peranan."
Pada 1988, anggota PFLAG Tinkle Hake mensurvei sejumlah tokoh terkenal di lapangan mengenai pandangan mereka tentang homoseksualitas. Dia bertanya: 'Banyak peneliti mempercayai bahwa orientasi seksual seseorang ditentukan oleh satu atau lebih dari faktor-faktor berikut: genetik, hormonal, psikologis, atau sosial. Berdasarkan ilmu pengetahuan terkini, apa pendapat anda?'
Jawaban yang didapat termasuk sebagai berikut: 'Semua di atas dalam suatu konser'(Alan Bell) "Semua variabel tersebut' (Richard Green), 'banyak faktor' (Gilbert Herdt), 'kombinasi dari semua faktor yang disebut' (Evelyn Hooker), 'semua faktor ini' (Judd Marmor), 'suatu kombinasi dari banyak penyebab' (Richard Pillard), 'kemungkinan genetik dan hormonal, tetapi pengalaman seksual masa remaja sangat mempengaruhi' (John Money), dan 'faktor genetik dan hormonal, dan barangkali juga beberapa pengalaman masa kecil' (James Weinrich)." (halaman 273)
--Simon LeVay (1996), in Queer Science, published by MIT Press.
10) Asosiasi Psikolog Amerika mengatakan
"Berbagai teori telah mengajukan sumber-sumber yang berbeda untuk orientasi seksual... Namun, banyak peneliti berbagi pandangan bahwa orientasi seksual dibentuk untuk kebanyakan orang pada usia sangat muda melalui interaksi rumit dari biologis, psikologis, dan faktor sosial."
--From the A.P.A.'s booklet, "Answers to Your Questions About Sexual Orientation and Homosexuality"
11) Organisasi nasional P-FLAG ("Parents and Friends of Lesbians and Gays") menawarkan booklet yang dipersiapkan dengan bantuan Dr. Clinton Anderson dari American Psychological Association. Berjudul "Mengapa Bertanya Mengapa? Menunjuk Penelitian dalam Homoseksualitas dan Biologi." pamflet itu mengatakan:
"Saat ini, tidak seorangpun peneliti yang telah mengklaim bahwa gen dapat menentukan orientasi seksual. Para peneliti meyakini bahwa mungkin ada komponen genetik. Tidak ada perilaku manusia, termasuk perilaku seksual, telah dihubungkan dengan tanda genetik hingga hari ini.... seksualitas, sebagaimana perilaku yang lain, tidak diragukan lagi adalah dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial."
(sumber)
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, saya tidak melihat ada peranan Tuhan dalam pembentukan orientasi seks seseorang sehingga pantas bila Tuhan mengutuk mereka sebagaimana tertera dalam teks kitab suci agama di bawah ini.
Agama Kristen dalam Perjanjian Baru, Roma 1:26-27, Rasul Paulus mengingatkan, bahwa praktik homoseksual adalah sebagian dari bentuk kebejatan moral dunia kafir, dari mana orang-orang kristen sebenarnya telah dibebaskan dan disucikan oleh Kristus.
Dan dalam Imamat 20:13 “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.”
Agama Islam dalam Al Qur’an, surat Al A’raaf (Q.S;7, 80-81).
“Dan ( kami juga telah mengutus ) Luth kepada kaumnya? (ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (homo) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seseorang pun ( didunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepda wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.”
Perbuatan kaum Nabi Luth AS ini mendapat balasan setimpal, seperti ditegaskan dalam ayat 84: “dan kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.”
Agama Buddha tidak seperti agama lain dalam memandang homoseksualitas. Di banyak agama, homoseksualitas dipandang sebagai sesuatu yang buruk yang tidak seharusnya ada. Ajaran Buddha dalam melihat segala hal selalu berdasarkan banyak pertimbangan. Tidak secara mutlak menghakimi suatu hal itu baik atau buruk, benar atau salah. Di dalam etika Buddhisme landasan berpikirnya adalah berdasarkan kebijaksanaan dan welas asih, bukan tradisi, tabu maupun tahayul yang berkembang dalam masyarakat. Jadi dalam melihat berbagai hal yang menyangkut tentang homoseksualitas, sebagai umat Buddha, kita perlu mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan.
Ajaran Buddha sendiri akan melihat homoseksualitas sendiri sebagai sesuatu yang wajar dan tidak bisa disalahkan atau dibenarkan (sumber:http://dhammacitta.org/perpustakaan/homoseksualitas-dan-buddhisme/?cp=2)

Selamat berhari Minggu, mohon maaf bila postingan ini ada kekeliruan.

Salam


EmoticonEmoticon