Hari ini headline surat kabar, televisi dan portal-portal berita memuat ditangkapnya seorang 'gembong teroris' yang paling dicari setelah meninggalnya beberapa tokoh teroris, yaitu Abdullah Sunata. Abdullah Sunata ditangkap di bus Kramat Jati yang akan mengantarnya ke Jakarta dari Solo. Sebelum penangkapan ini, Densus 88 terlebih dahulu menggerebek markas 'teroris' di sebuah rumah kos-kosan di Klaten, Jawa Tengah. Dari penggerebekan ini berhasil menewaskan seseorang yang diduga menjadi anggota teroris, dengan nama Yuli Harsono (YH). YH ini adalah seorang desertir TNI dengan pangkat terakhir Prada. Tugas YH adalah memasok senjata dan amunisi. Sehingga dari penggerebekan berhasil disita ratusan peluru, dua buah senjata revolver dan FN serta bahan-bahan untuk membuat bom (demikian yang diberitakan oleh televisi, koran dan beberapa situs berita)
Tentang kronologi penggerebekan sudah dibeberkan lengkap di media massa dan biasanya TVOne langung menayangkan dari sumber berita. Karena itu, tidak perlu lagi saya tulis kembali di sini.
Hal yang memprihatinkan bagi saya dan juga bagi sebagian orang Islam yang masih care kepada Islam adalah penyebutan TERORIS bagi orang-orang (aktivis dakwah atau jihadis) yang ditangkap atau tewas terbunuh. Terminologi teroris dipersempit menjadi hanya orang-orang Islam yang ingin menegakkan syariat Islam, meski kadang jalan yang ditempuh tidak sama dengan mayoritas umat.
Memang dalam menjalankan misinya, menimbulkan ekses berupa korban sipil di luar target,tapi itu merupakan resiko perjuangan, kata Imam Samudera saat diwawancarai sebuah televisi saat masih di penjara. Bila hal seperti ini kemudian dicap sebagai tindakan teror dan pelakunya disebut teroris, lalu bolehkah kita juga menyebut tindakan negara Amerika Serikat dan Israel sebagai sebuah tindakan teror dan pelakunya juga boleh kita sebut teroris? Tapi faktanya tidak ada negara yang berani menyebut AS dan Israel sebagai sebuah negara teroris. Buktinya tidak pernah ada sanksi internasional terhadap kekejaman AS dan Israel di negara-negara berpendudukan mayoritas muslim.
Satu hal yang membedakan, tindakan AS dan Israel dilegalkan oleh dunia internasional dan PBB, serta tindakan kedua negara tersebut telah menewaskan ratusan ribu warga sipil tak bersalah. Kita lihat, berapa ratus ribu korban sipil di Irak saat diinvasi AS sampai saat ini? Kemudian di Afganistan yang sampai saat ini juga masih berlangsung pembantaian itu, di Somalia, Sudan, dan di beberapa tempat lainnya. Lalu juga Israel yang sudah puluhan tahun membantai dan membunuh pelan-pelan ratusan ribu warga Palestina di Jalur Gaza. Kini dengan blokade yang sudah bertahun-tahun membuat warga Gaza mengalami krisis kemanusiaan. Bukankah kedua negara tersebut sebagai teroris yang sebenarnya?
Ini jelas perlakuan standar ganda. Di satu sisi menuduh gerakan Jamaah Islamiah atau afiliasinya sebagai teroris, tetapi tidak kepada dirinya yang juga telah membunuh ratusan ribu warga sipil tak bersalah. Maka tidak heran bila muncul kebencian dari rakyat di negara-negara yang diperlakukan tidak adil. Termasuk upaya seorang warga AS sendiri (kelahiran Pakistan) bernama Faisal Sahzad, yang mencoba mengebom Time Square di New York yang gagal beberapa waktu. Motifnya tidak lain balas dendam atas tindakan AS yang membunuhi warga muslim di negara Irak dan Afganistan dan ini adalah akar kemunculan 'teroris' di seluruh dunia. Selama akar masalah tidak dihentikan, tidak akan tenang negara-negara barat, khususnya AS, dan Israel.
Semoga masyarakat makin menyadari siapa sesungguhnya pelaku teror itu.
Kamis, 24 Juni 2010
Siapa Sesungguhnya Teroris?
✔
Unknown
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon