Wacana ini bermula saat Pemerintah melalui Kementerian Sosial mengusulkan nama-nama mantan tokoh sebagai ‘kandidat’ Pahlawan Nasional. Nama-nama yang diusulkan sebanyak 10 nama. Diantaranya adalah Ali Sadikin dari Jawa Barat (mantan Gubernur DKI Jakarta), Habib Sayid Al Jufrie dari Sulteng, HM Soeharto dari Jawa Tengah, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari Jawa Timur. Kemudian Andi Depu dari Sulawesi Barat, Johanes Leimena dari Maluku, Abraham Dimara dari Papua, Andi Makkasau dari Sulawesi Selatan, Pakubuwono X dari Jawa Tengah, dan Sanusi dari Jawa Barat.
Di antara ke-10 nama di atas ada satu nama yang masih mengundang pro dan kontra di masyarakat, yaitu mantan Presiden Soeharto. Ada yang pro tapi tidak sedikit yang kontra. Yang pro beralasan bahwa mantan Presiden Soeharto adalah Bapak Pembangunan yang telah berjasa besar dalam meletakkan landasan pembangunan. Pembangunan yang berkesinambungan sebagaimana tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam setiap lima tahun pemerintahannya dapat diwujudkan dalam bentuk jalan raya yang terbentang dari Aceh sampai Papua. Bila Anda menuju Aceh melalui jalan darat dari Medan, akan Anda lewati jalan provinsi yang begitu mulus. Juga pembangunan gedung-gedung sekolah dasar (SD Inpres), listrik yang menjangkau hampir seluruh pelosok negeri, swasembada pangan dan lainnya.
Sementara yang kontra melihat Soeharto bergelimang dengan dosa-dosa, terutama dosa dalam hal pelanggaran HAM, KKN (pembagian kue pembangunan hanya kepada orang-orang dekat dan keluarganya. Hampir semua anak Soeharto menjadi konglomerat yang menguasai berbagai sektor ekonomi, mulai dari industri penerbangan dan transportasi darat serta laut yaitu Tommy dengan Sempati Air dan kapal-kapal tankernya, industry jalan tol yg dipegang oleh Tutut, industry media oleh Bambang Trihatmodjo, dll). Di samping itu, Soeharto juga adalah seorang penguasa diktator.
Komentar yang kontra sebagaimana disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, “Sangat disayangkan upaya yang terus menerus untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan dengan kriteria yang sangat absurd. Hampir tak dapat diterima akal sehat dan nurani seorang yang dengan tegas dinyatakan memiliki kejahatan atas korupsi, kolusi dan nepotisme serta diduga berat terlibat kejahatan kemanusiaan tiba-tiba dicalonkan sebagai calon pahlawan, " ujar Ray kepada Tribunnews.com, Senin (18/10/2010).
Akhirnya, meski pemerintah yang memberi keputusan terakhir, masyarakat berhak menilai siapa saja yang layak atau tidak untuk dijadikan pahlawan nasional. Dan pemerintah harus tetap mendengarkan aspirasi masyarakat.
Di antara ke-10 nama di atas ada satu nama yang masih mengundang pro dan kontra di masyarakat, yaitu mantan Presiden Soeharto. Ada yang pro tapi tidak sedikit yang kontra. Yang pro beralasan bahwa mantan Presiden Soeharto adalah Bapak Pembangunan yang telah berjasa besar dalam meletakkan landasan pembangunan. Pembangunan yang berkesinambungan sebagaimana tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam setiap lima tahun pemerintahannya dapat diwujudkan dalam bentuk jalan raya yang terbentang dari Aceh sampai Papua. Bila Anda menuju Aceh melalui jalan darat dari Medan, akan Anda lewati jalan provinsi yang begitu mulus. Juga pembangunan gedung-gedung sekolah dasar (SD Inpres), listrik yang menjangkau hampir seluruh pelosok negeri, swasembada pangan dan lainnya.
Sementara yang kontra melihat Soeharto bergelimang dengan dosa-dosa, terutama dosa dalam hal pelanggaran HAM, KKN (pembagian kue pembangunan hanya kepada orang-orang dekat dan keluarganya. Hampir semua anak Soeharto menjadi konglomerat yang menguasai berbagai sektor ekonomi, mulai dari industri penerbangan dan transportasi darat serta laut yaitu Tommy dengan Sempati Air dan kapal-kapal tankernya, industry jalan tol yg dipegang oleh Tutut, industry media oleh Bambang Trihatmodjo, dll). Di samping itu, Soeharto juga adalah seorang penguasa diktator.
Komentar yang kontra sebagaimana disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, “Sangat disayangkan upaya yang terus menerus untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan dengan kriteria yang sangat absurd. Hampir tak dapat diterima akal sehat dan nurani seorang yang dengan tegas dinyatakan memiliki kejahatan atas korupsi, kolusi dan nepotisme serta diduga berat terlibat kejahatan kemanusiaan tiba-tiba dicalonkan sebagai calon pahlawan, " ujar Ray kepada Tribunnews.com, Senin (18/10/2010).
Akhirnya, meski pemerintah yang memberi keputusan terakhir, masyarakat berhak menilai siapa saja yang layak atau tidak untuk dijadikan pahlawan nasional. Dan pemerintah harus tetap mendengarkan aspirasi masyarakat.
2 comments
Dalam sejarah dunia, ada kemiripan karakteristik sejarah pergeseran kekuasaan Indonesia dengan sejarah pergeseran kekuasaan dalam kekhalifahan Khulafaur Rasyidin yaitu Ali bin Abi Thalib versus Muawiyah bin ABu Sofyan...
Menurut saya Soeharto itu berkarakter seperti Muawiyah bin Abu Sofyan (anak Hindun yang merobek hati paman Nabi) dan SOekarno adalah Ali bin Abi Thalib... begitu berhasil merebut kekuasaan dengan cara seakan2 konstitusi dengan peristiwa Tahkim, maka jatuhlah Khalifah (Presiden) ALi bin abi Thalib
Peristiwa Tahkim mengikut sejarah yang kita pelajari ialah berlaku perebutan kuasa antara Ali dan Mu`awiyah yang membawa mereka ke meja perundingan. Perundingan antara mereka berdua telah diwakili oleh Abu Musa al-`Asyari bagi pihak Ali dan `Amr bin al-`Ash bagi pihak Mua`wiyah. Kedua-dua perunding telah bersetuju untuk memecat Ali dan Mua`wiyah. Menurut sejarah lagi, `Amr bin al-`Ash dengan kelicikannya berjaya memperdayakan Abu Musa yang digambarkan sebagai seorang yang lalai dan mudah tertipu.. Akibatnya, Ali terlepas dari jawatan khalifah.... alias De-Ali bin ABi Thalib-isasi segala bidang....
Apa kesamaan sejarahnya?
1. Ada fitnah akibat pembunuhan dari suatu kaum, dan ada segolongan yang seakan2 menuntut bela/Qishas..
Jika Mu'awiyah menuntut bela kematian Presiden/Khalifah Usman bin Affan, maka SOeharto seakan2 menuntut bela pembunuhan para jenderal2 Angkatan Darat dan menuntut pembubaran PKI..
2. Adanya semacam surat perintah/command untuk membatalkan keabsahan keutamaan ajaran Presiden/Khalifah sebelumnya
Mu’awiyah menulis surat keputusan yang dikirimkan kepada para gubenur dan kepala daerah segera setelah ia berkuasa:
“Lepas kekebalan bagi yang meriwayatkan sesuatu apapun tentang keutamaan Abu Thurab (Imam Ali as.) dan Ahlulbaitnya.”[1]
Maka setelah itu para penceramah di setiap desa dan di atas setiap mimbar berlomba-lomba melaknati Ali dan berlepas tangan darinya serta mencaci makinya dan juga Ahlulbaitnya. Masyarakat paling sengsara saat itu adalah penduduk kota Kufah sebab banyak dari mereka adalah Syi’ah Ali as. Dan untuk lebih menekan mereka, Mu’awiyah mengangkat Ziyad ibn Sumayyah sebagai gubenur kota tersebut dengan menggabungkan propinsi Basrah dan Kufah. Ziyad menyisir kaum Syiah –dan ia sangat mengenali mereka, sebab dahulu ia pernah bergabung dengan mereka di masa Khilafah Ali as.. Ziyad membantai mereka di manapun mereka ditemukan, mengintimidasi mereka, memotong tangan-tangan dan kaki-kaki mereka, menusuk mata-mata mereka dengan besi mengangah dan menyalib mereka di atas batang-batang pohon kurma. Mereka juga diusir dari Irak, sehingga tidak ada lagi dari mereka yang tekenal.[2]...alias De-Ali bin ABi Thalib-isasi segala bidang....
Soeharto dengan memanipulasi Supersemar dan menggalang dukungan TAP MPRS untuk menjatuhkan kekuasaan Presiden/Khalifah Soekarno dan memberangus ajaran2 soekarno... alias De-Sukarnoisasi dan barang siapa (masa Orde Baru) yang membawa aspirasi & ajaran Bung Karno akan ditindas dengan kejam...
3. Adanya penyimpangan cita-cita bangsa/umat dari founding father menuju ke pola penindasan jaman lama/jahilliah/Orde Baru
Soeharto dengan Orde Baru-nya melencengkan cita2 Proklamasi 1945 dengan fokus point melarang dan melencengkan ajaran founding father... Muawiyah melencengkan ajaran/cita2 Nabi & Khulafaur Rasyidin dengan memulai fokus awal memutus silsilah ajaran dari Khalifah/Presiden Ali bin ABi Thalib dan pelencengan terbesar dengan mengangkat Yazid anaknya sebagai Khalifah/Presiden (dikator kejam) puncaknya membunuh secara kejam cucu Nabi yaitu Sayyidina Hussein ra di karbala....
Tidaklah sama seorang pahlawan dengan seorang munafik...
Terima kasih atas 'comment'-nya yang mencerahkan, bro.
'Soeharto dengan memanipulasi Supersemar dan menggalang dukungan TAP MPRS untuk menjatuhkan kekuasaan Presiden/Khalifah Soekarno dan memberangus ajaran2 soekarno... alias De-Sukarnoisasi dan barang siapa (masa Orde Baru) yang membawa aspirasi & ajaran Bung Karno akan ditindas dengan kejam... '
Saya kira yang diberangus bukan ajaran2 Soekarno, melainkan ajaran2 komunis karena jelas tidak sama antara ajaran Soekarno dengan ajaran komunis.
thx
EmoticonEmoticon