Sabtu, 13 Februari 2010

Golkar & PKS, Duri di Kabinet Sby


Pernyataan terakhir dari wakil pansus Bank Century, Machfudz Siddiq, yang memberikan poin 80% dan 20% untuk tingkat kesalahan Boediono dan Sri Mulyani Indrawati, menegaskan judul tulisan ini. Pernyaataan itu didasarkan pada peran Boediono di BI dan SMI di KSSK.

Saya tidak tahu bagaimana reaksi publik atas pernyataan dari pengurus PKS ini, tapi paling tidak bagi saya, hal itu sebuah vonis yang semestinya belum perlu dinyatakan. Penyelidikan pun masih berlangsung dan belum ada kesimpulan akhir.

Menyedihkan memang, praktek politik tidak didasarkan pada etika. Semakin tidak simpatik saja sepak terjang PKS ini. Saya pun berpikir untuk tidak memilihnya kembali di Pemilu depan. Padahal, sejak partai ini bernama Partai Keadilan (PK) saya selalu mencoblosnya.


Sebuah ironi. PKS kita kenal sebagai partai koalisi yang menempatkan beberapa aanggota atau kadernya ke dalam kabinet Sby. Tapi selama menjadi anggota koalisi tidak ada sepak terjangnya yang dapat menyejukakan posisi pemerintah, melainkan sebaliknya, membuat kisruh. Demikian juga dengan partai anggota koalisi lainnya, yaitu partai golkar.

Secara etis, sangat memalukan. Sebuah partai yg pada saat pembentukan kabinet seperti mengemis meminta jatah kursi, tapi malah menggoyang kursi kursi lainnya bahkan kursi atasannya. Pernyataan terakhir dari PKS di atas begitu menohok dan membuat tidak nyaman para anggota kabinet, termasuk Wapres.

Maka tidak ada alasan bagi Sby untuk tidak melakukan reshuffle atas beberapa anggota kabinetnya yang dari partai mbalelo, yaitu PKS dan Golkar. Buang saja duri-duri tersebut dari kabinet agar kabinet bisa bekerja dengan tenang tanpa diganggu oleh anggotanya. Sehingga pemerintahan bisa menuntaskan semua programnya sampai masa tugas berakhir.

Ganti saja duri-duri tersebut dengan orang-orang yang profesional yang tidak memiliki kepentingan apapun atau ambil saja kalangan profesional yang berafiliasi pada partai dan partai tersebut tidak bermuka dua, demi mengamankan posisi pemerintah di parlemen.

Saya sebagai orang awam melihat PKS dan Golkar yg kakinya berpijak di dua sisi ini, sepertinya masih memendam kekecewaan sejak kadernya tidak dipilih Sby sebagai wakilnya. Pengurus PKS, HNW yang digadang-gadang mendampingi Sby, tidak dipilih Sby. Begitu pula Aburizal Bakrie, tidak juga dipilih oleh Sby. Sby malah memilih tokoh profesional independen, meski dengan berbagai cara cawapres saat itu didiskreditkan sebagai tokoh neoliberal (ah apalagi maksud istilah ini?), tidak merepresentasi umat Islam, dll.

Wajarlah bila para penggagas pansus dan yang paling banyak mengkritik kebijakan bailout BC berasal dari kedua partai ini. Karena agenda utama adalah menggoyang dan merebut kembali posisi RI 2.

Wajah demokrasi Indonesai makin buram ketika sebuah kebijakan yang diambil saat keadaan kritis dan terbukti saat ini keadaan ekonomi tidak terkena imbas krisis global karena kebijakan tersebut, kini ditelanjangi, digugat dan dipersalahkan. Ini jelas menjadi preseden buruk bagi para pengambil kebijakan pemerintah di kemudian hari. Pasti ada kekhawatiran pada mereka, suatu saat kebijakan yang mereka ambil akan digugat dan dipersalahkan pula. Oh permainan politik yang kejam.

Dan preseden ini jelas menjadi kontraproduktif bagi kemajuan bangsa.

Selamat berjuang para opportunis, semoga rakyat tidak mendukung upaya anda. Rakyat sudah mengerti agenda di balik kengototan anda di gedung DPR.

Tulisan ini sudah dipublikasikan di Kompasiana.


EmoticonEmoticon