Sangat menarik mengikuti perkembangan kasus Gayus Halomoan Tambunan (GHT) di persidangan. Beberapa pernyataan yang disampaikan GHT mengejutkan semua pihak. GHT mengatakan bahwa dia menerima uang sebesar Rp 35 milyar dari Grup Bakrie dengan rincian Rp 5 milyar dari PT Kaltim Prima Coal (KPC), Rp 10 milyar dari PT Bumi Resources, dan Rp 20 milyar dari PT Arutmin (sumber: JPNN.com).
Pernyataan GHT masih sepihak dan memang dibantah oleh mereka yang merasa dipojokkan. Jadi, mana yang benar? Secara logika, jumlah uang yang didapatkan GHT selama berkarir di Direktorat Jenderal Pajak (sebagai pegawai golongan IIIa dengan masa kerja 5 tahun) mencapai ratusan milyar (termasuk emas batangan yang disimpan di safe deposit box Bank Mandiri senilai Rp 74 milyar, republika.co.id), tentu dari fee yang nilainya sangat besar dan dari perusahaan (wajib pajak) besar pula. Tidak mungkin harta sebanyak itu berasal dari fee yang nilainya ecek-ecek (butuh berapa lama untuk mengumpulkannya hingga mencapai ratusan milyar?).
Bila dirata-rata dengan masa kerja (yang 5 tahun), berarti GHT memperoleh fee Rp 20-an milyar per tahun. Lalu, siapa yang mau memberi fee sebesar itu bila bukan perusahaan besar? Untuk membuktikan kebenaran pernyataan GHT, periksa perusahaan-perusahaan apa saja yang pernah diurus oleh Gayus! Jadi, sangat mudah untuk membuktikan apakah perusahaan X atau Y atau z terlibat atau tidak dalam lingkaran mafia pajak. Sangat mudah bukan? Tapi rupanya tidak mudah bagi aparat hukum untuk menjeratnya. Atau ada sebab lain?
Maka kita pantas bertanya, apa sebenarnya yang sedang terjadi di tubuh para penegak hukum? Apakah hukum hanya bertaji kepada pihak yang tidak memiliki kuasa, pengaruh dan kekayaan? Sebaliknya, kepada mereka yang berkuasa dan banyak harta, hukum tidak berdaya seolah membentur tembok tebal? Jangan salahkan rakyat bila sudah tidak percaya lagi pada aparat hukum.
Andai apa yang dikatakan GHT benar bahwa dia menerima puluhan milyar dari perusahaan Grup Bakrie, kita bisa melihat setidaknya dua indikasi, yaitu:
1. Perusahaan tidak memiliki divisi pajak yang capable
Sungguh perusahaan sebesar KPC, Arutmin dan Bumi Resources mempercayakan urusan perpajakan kepada orang selevel GHT yang nota bene pegawai rendahan dan 'kurang berpengalaman', menandakan buruknya divisi pajak di perusahaan tersebut. Kenapa tidak hire saja konsultan pajak independen? Di luar sana banyak yang bonafid yang dapat menghandle semua urusan perpajakan. Dan tentunya, fee yang harus dikeluarkan tidak sebesar sebagaimana yang diberikan kepada GHT.
Atau pihak wajib pajak yang amat bodoh sehingga mudah dikibuli oleh GHT?
Lebih mengherankan lagi, puluhan milyar digelontorkan hanya untuk mengkonfirmasi mengenai pembuatan SPT Tahunan dalam rangka program Sunset Policy. Sunset Policy adalah kebijakan pemerintah (DJP) yang memberi kesempatan kepada para Wajib Pajak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahun pajak 2006 dan tahun-tahun sebelumnya tanpa dikenai sanksi apabila dalam pembetulan tersebut SPT berstatus kurang bayar (catatan: bila di luar koridor sunset policy, maka akan keterlambatan setor dari SPT berstatus kuraang bayar akan dikenai sanksi 2% per bulan dari jumlah yang terlambat disetor tersebut). Jadi, asal WP telah membuat SPT Tahunan Pembetulan, tidak akan ada sanksi apa-apa.
2. Ada yang disembunyikan
Indikasi kedua adalah kemungkinan adanya ketidakjujuran dalam pelaporan pajak atau wajib pajak tidak mengungkapkan keadaaan (aset, pendapatan dan laba) yang sebenarnya. Bila jujur, kenapa harus 'menyogok' aparat pajak hingga puluhan milyar rupiah?
Akhirnya, masyarakatlah yang bisa menilai mana yang jujur dan tidak serta serius atau tidaknya penegak hukum dalam menyelesaikan skandal ini. Kenyataannya, sampai saat ini pemeriksaan belum menyentuh ke pihak yang memberi suap ke GHT. Tapi, hal yang perlu diingat adalah serapi apapun kebusukan dibungkus, suatu saat akan tercium juga.
10 Kejanggalan Kasus Gayus, silakan baca di sini.
Minggu, 19 Desember 2010
Di Balik Nama Besar Grup Bakrie
✔
Unknown
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 comments
tapi koq penyuapnya ga di usut ya?
@bpkp pusat, bukan hanya Anda yang heran, tapi semua yang mengikuti perkembangan kasus GHT, juga heran....kenapa pengusutan mandek hanya kepada penerima suap saja.....?
Logika hukum udah dibuang jauh2 oleh para penegaknya sendiri!!!!!
EmoticonEmoticon