Sabtu, 02 Januari 2010

Pak Presiden, Tolong Kembalikan Kepercayaan Kami


Kepercayaan, sebuah kata yang gampang diucapkan tetapi begitu susah 'dipegang' (siapa bisa pegang kata-kata?). Saat ini 'kepercayaan' sudah menjadi barang langka di Indonesia. Ya, langka karena tidak semua orang sanggup menggenggamnya. Bila boleh meminjam istilah, kepercayaan ibarat bara, bila digenggam terasa panas, bila dilepas akan padam.

Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (Sby) sebagai presiden adalah buah dari kepercayaan yang begitu besar dari rakyat Indonesia. Lebih dari 60 persen atau 73,8 juta rakyat Indonesia memilih Sby sebagai presiden periode kedua. Bayangkan, sebagian besar rakyat Indonesia menaruh begitu besar kepercayaan kepada Sby. Kalau kita tidak dipercaya kepada Sby, untuk apa dipilih?
Kini, apakah kepercayaan itu masih ada di hati para pemilih, termasuk saya yang telah dengan ikhlas memilih beliau?

Kebebasan pers dan kebebasan mengungkapkan pendapat sebagai buah reformasi membuat setiap warga merasa bebas untuk berbicara dan menulis apa saja, termasuk mengkritik, mengecam dan mungkin 'memfitnah' Sby. Di Kompasiana ini, tidak sedikit tulisan yang menelanjangi kiprah Sby dalam 100 hari menjadi presiden. Bukan hanya itu, legalitas terpilihnya Sby pun ramai-ramai digugat (lewat kritik atas indikasi pengumpulan dana kampanye melalui bailout BC yang bermuara pada pembentukan Pansus DPR).

Ada beberapa tulisan di Kompasiana dan juga berita di media yang membuat goyah kepercayaan saya dan mungkin banyak orang lainnya, kepada presiden Sby. Tulisan tersebut banyak menyajikan data yang kontradiktif antara pernyataan presiden di satu sisi dan fakta yang ada. Diantaranya,
- kehadiran Marsilam Simanjuntak di rapat KSSK, menurut sekretaris KSSK Raden Pardede dalam siaran pers bersama SMI, adalah atas permintaan Sby. Tetapi jubir Presiden mengatakan bahwa kehadiran Marsilam Simanjuntak bukan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R), melainkan sebagai penasihat Menteri Keuangan. Mana yang benar?

- Presiden Sby membantah kenal dengan Artalyta Suryani alias Ayin (markus kelas atas yang sedang menjalani masa hukuman di penjara akibat suap ke jaksa Urip Tri Gunawan), padahal presiden Sby terlihat di foto saat menghadiri pesta pernikahan anaknya Ayin. Dan menurut buku Membongkar Gurita Cikeas, Ayin adalah bendahara di Yayasan Mutu Manikam yang diprakarsai dan diketuai oleh Ibu Ani Yudhoyono. Mana yang benar?

- Pembelian mobil mewah untuk para pejabat bertolak belakang dengan bunyi Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pada butir ketujuh diinstruksikan agar, "Menerapkan Kesederhanaan baik dalam Kedinasan maupun dalam kehidupan pribadi serta penghematan pada penyelenggaraan kegiatan yang berdampak langsung pada keuangan negara. Pembelian mobil mewah ini jelas melukai perasaan rakyat Indonesia, tetapi oleh presiden didiamkan saja.

Bila sudah begini, kepada siapa lagi kita kan percaya?

Sementara, hanya tiga contoh ketidakkonsistenan yang bisa dituliskan di sini. Silakan para pembaca menambahkan, asal dilengkapi dengan data sehingga tidak ada yang panas telinga dan menuduh mencemarkan nama baik.

Sebagai bagian dari jutaan pemilih Sby, tidak berlebihan bila saya mengharapkan agar selalu ada klarifikasi dari presiden atas berbagai isu yang beredar di masyarakat yang mengaitkan ketidakkonsistenan kebijakan presiden Sby. Agar kepercayaan yang para pemilih berikan bisa dijaga sehingga pada tahun ini presiden Sby bisa selamat dari 'kejatuhan' sebagaimana banyak diperkirakan orang.


EmoticonEmoticon